REDAKSI SUARA RAKYAT BEKASI.JL. MAYOR HASIBUAN NO.14 BEKASI,JAWABARAT,INDONESIA.
email.suararakyatbekasi@gmail.comHOTLINE.HP.087878753510 - Biro Bekasi : JUHADI 02196607362 , HERU ASWAN 081997143007




pemdakota bekasi logo


Total Tayangan Halaman

Kamis, 21 Juli 2011

RUU tentang Penanganan Fakir Miskin Disahkan Menjadi Undang-Undang


Suara Rakyat Bekasi - Jakarta, Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR/Korpolkam, Priyo Budi Santoso mengesahkan RUU tentang Penanganan Fakir Miskin menjadi  menjadi Undang-Undang tentang Penanganan Fakir Miskin, di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (21/7).   
Persetujuan tersebut telah ditandatangani oleh seluruh fraksi yang ada di DPR dan Pimpinan Komisi VIII serta Pemerintah yang diwakili Menteri Sosial, Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM setelah masing-masing fraksi menyampaikan pendapat akhirnya pada Rapat Kerja RUU Penanganan Fakir Miskin sebelum disahkan menjadi undang-undang di Sidang Paripurna.
Ketua Komisi VIII, Abdul Kadir Karding (F-PKB) dalam laporannya di Rapat Paripurna menjelaskan, ada tiga hal pokoki yang krusial dan melalui perdebatan panjang antara Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR dengan Panja Pemerintah, yaitu pengaturan tentang sistem pendataan, pembiayaan dan penguatan kelembagaan yang menangani fakir miskin. Untuk mengatasi tiga masalah krusial tersebut, panja melakukan uji publik ke Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Timur yang hasilnya menjadi bahan Rapat Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin), jelasnya.
Berkaitan dengan sistem pendataan fakir miskin, Karding menjelaskan, telah disepakati bahwa prinsip dalam pendataan adalah jangan sampai ada fakir miskin yang tidak terdata atau tercatat, sehingga tidak tersentuh atau terlayani oleh Negara. Oleh karena itu sebelum dilakukan pendataan, menteri sosial harus menetapkan kriteria fakir miskin sebagai dasar untuk melaksanakan penanganan fakir miskin setelah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. “Kriteria fakir miskin tersebut menjadi dasar bagi lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendataan untuk melakukan pendataan,” tegasnya.
Selain itu, lanjutnya, menteri sosial juga melakukan verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan yang dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendataan. “Verifikasi dan validasi dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya dua tahun sekali,” kata Karding seraya menambahkan verifikasi dan validasi dilakukan apabila terjadi situasi dan kondisi tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi seseorang menjadi fakir miskin.
Karding menambahkan, kesepakatan tentang pengaturan yang berkaitan dengan pembiayaan sebagai bentuk sumber pendanaan dalam penanganan fakir miskin yang meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan, dana hibah baik dari dalam maupun luar negeri, dan sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.
Menurutnya, rumusan substansi terkait dengan pendanaan juga mengatur tentang dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan yang digunakan sebesar-besarnya untuk penanganan fakir miskin. Sedangkan pendanaan fakir miskin yang bersumber dari sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat merupakan sumbangan masyarakat dilaporkan dan/atau dikelola oleh menteri sosial.

Lebih jauh Karding menjelaskan, kesepakatan tentang penguatan kelembagaan telah menyepakati bahwa kementerian sosial menjadi leading sector dalam penanganan fakir miskin. Beberapa hal yang merupakan bentuk penguatan kelembagaan selain diatur dalam Pasal 7, 8, 9, 10, juga diatur dalam Pasal 19 yang menyatakan bahwa penanganan fakir miskin diselenggarakan oleh menteri secara terencana, terarah, terukur dan terpadu, tambahnya.
“Penanganan fakir miskin yang diselenggarakan oleh menteri dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan potensi diri, sandang, pangan, perumahan dan pelayanan sosial. Sedangkan pemenuhan kebutuhan selain tersebut diatas diselenggarakan oleh kementerian/lembaga terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam koordinasi menteri sosial,” kata Karding.

Dia menambahkan, struktur RUU terdiri dari 9 Bab dan 44 Pasal. “Nantinya dalam rangka melaksanakan Undang-Undang tentang Penanganan Fakir Miskin mengamanatkan pembentukan tiga Peraturan Pemerintah dan dua Peraturan Menteri,” jelasnya.